IBADAH YANG SEJATI
Yesaya 1 : 10 – 20]
Beribadah adalah sesuatu yang menyenangkan hati Tuhan, tetapi sekaligus juga bisa membuat Allah muak. Sebab didalam ibadah, kita memuliakan dan mengagungkan Allah tetapi juga bisa melecehkan keberadaan-Nya yang kudus. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena setiap ibadah yang kita lakukan belum tentu bernilai di hadapan Allah kalau kita lakukan tidak seturut dengan ukuran yang Tuhan tentukan. Oleh karena itu mari kita memperhatikan ibadah kita di dahadapan Allah.
Dalam perikop bacaan kita kali ini, kita melihat bahwa ibadah yang dilakukan oleh bangsa Israel tidak mendapatkan respons dari Allah. Walaupun ibadah yang mereka lakukan sesuai dengan tuntutan Allah dalam firman-Nya, tetapi Allah menolaknya. (ayat 14) Mengapa hal itu terjadi? Rupanya bangsa itu datang di hadapan Allah dengan kemampuannya untuk mempersembahkan apa yang bisa dipersembahkan di bait Allah padahal hidup mereka di luar bait Allah sungguh sangat menyedihkan. Mereka pikir Allah bisa disogok dengan segala pemberian mereka di bait Allah tanpa memperhitungkan apa yang telah mereka perbuat di luar bait Allah. Itulah sebabnya Allah berkata “Aku muak dengan persembahanmu.” Apa yang terjadi sehingga ibadah mereka memuakkan Allah?
Beribadah tetapi hidup didalam dosa
Allah tidak hanya melihat apa yang kita lakukan ditengah-tengah ibadah tetapi Dia juga memperhatikan jalan hidup kita. Sebab ibadah kita bukan hanya di gereja, tetapi disepanjang hidup kita. (Band Roma 12: 1).
Oleh karena itu ketika Allah melihat kehidupan bangsa Israel, maka Dia mendapati bahwa mereka sungguh sangat bejat. Itulah sebabnya Allah menegur bangsa Israel dengan sebutan “pemimpin Sodom dan manusia Gomora” (ayat 10). Ungkapan ini merupakan suatu sindiran yang mengidentifikasikan mereka dengan penduduk Sodom dan Gomora kota yang penuh dengan kejahatan dimata Allah sehingga harus dimusnahkan. Padahal bangsa Israel adalah umat Allah, tetapi karena kelakuan mereka yang bejat mereka disamakan dengan penduduk Sodom dan Gomora. Maka tak heran ketika bangsa itu datang di bait Allah dengan segala persembahannya, Allah tidak menyukainya (ayat 11) Kehadiran mereka di bait Allah justru menginjak-injak pelataran baitu suci (ayat 12). Dengan demikian setiap persembahan yang dibawa oleh bangsa itu menjadi persembahan yang memuakan (atat 13) dan membebani Allah (ayat 14). Itu semua karena mereka beribadah dengan berlumuran dosa. (ayat 15)
Apakah ibadah kita sekarang ini seperti manusia Sodom, yang datang ke ibadah dengan menginjak-injak pelataran Allah? Apa yang kita lakukan sebelum datang ke gereja? Bagaimana hidup kita di kantor, di jalan, di pasar, di rumah, di lingkungan sekitar kita, atau dimana saja kita berada? Ukuran dari ibadah kita adalah sikap hidup kita. Kalau hidup kita berlumuran dosa, maka ibadah kita tidak berkenan dan tidak bernilai dihadapan Allah. Apapun yang kita lakukan didalam beribadah tidak akan memiliki nilai di hadapan Allah kalau hidup kita bergelimang dosa. Allah muak dengan segala ibadah yang kita lakukan dengan cara apapun kalau hidup kita tidak berkenan di hadapan-Nya. Jadi beribadah yang bagaimana yang mendapat respon dari Allah?
Ibadah yang didasari pertobatan
Setelah Tuhan memaparkan perilaku bangsa Israel, Ia menyerukan supaya bangsa itu mau membasuh dan membersihkan diri mereka dan berhenti untuk berbuat jahat (ayat 16). Sebab tanpa pertobatan, maka ibadah mereka tidak akan memberkati mereka tetapi justru murka Allah yang akan turun. Selain itu mereka juga diingatkan untuk belajar berbuat baik sebagai wujud nyata dari pertobatan mereka. (ayat 17) Perbuatan baik yang diharapkan Allah dari mereka adalah: Mengusahakan keadilan, mengendalikan orang kejam, dan memperjuangkan perkara janda-janda.
Hal yang sama dituntut dari kita kalau mau melihat ibadah kita bernilai di hadapan Allah. Allah tidak pernah kompromi dengan dosa. Untuk itu betapa perlu kita melihat jalan-jalan hidup kita. Jika hidup kita bisa kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah, maka ketika kita datang dengan membawa doa dan pujian di hadapan Allah, maka Ia akan senang menerimanya. Kalau kita telah jatuh dalam dosa, mari bangkit dan tinggalkan kejahatan, basuh dan bersihkan diri kita, berbuat baik dan hidup di jalan Tuhan, maka Tuhan akan senagn melihat kita datang di pelataran-Nya. Apakah hasil dari ibadah yang seperti itu?
Beribadah dengan hidup yang diberkati
Kalau betul kita bertobat dengan membasuh dan membersihkan diri, walau dosa kita semerah kermizi dan kain kesumba, Allah akan memutihkan dosa kita seputih salju dan seperti bulu domba. Apapun masalah kita termasuk dosa yang sepertinya tidak akan mungkin luntur seperti kermizi dan kain kesumba akan Allah sucikan dan putihkan sehingga kita dapat beribadah dengan pujian dan penyembahan yang berkenan kepada Allah. Inilah beribadah dengan hidup yang diberkati.
Selain itu Tuhan menantang kita untuk memperoleh apa yang telah Dia janjikan, asal kita taat melakukan apa yang diperintahkan-Nya : “Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu” (ayat 19). Taatilah firman-Nya, maka semua doa-doa kita pasti dijawab Tuhan.
Tuhan tidak hanya mau melihat umat-Nya beribadah, tetapi Ia juga ingin mengetahui bagaimana umat itu beribadah. Apakah kita sementara beribadah juga hidup dalam dosa? Kalau itu yang terjadi maka kita akan mengalami murka Allah (ayat 20). Tetapi kalau kita menyadari segala dosa kita di hadapan-Nya dan memohon pengampunan-Nya, maka ibadah kita menjadi ibadah yang menyenangkan hati Allah dan yang memberkati kita (ayat 19).
Pdt. Mauli Siahaan
Yesaya 1 : 10 – 20]
Beribadah adalah sesuatu yang menyenangkan hati Tuhan, tetapi sekaligus juga bisa membuat Allah muak. Sebab didalam ibadah, kita memuliakan dan mengagungkan Allah tetapi juga bisa melecehkan keberadaan-Nya yang kudus. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena setiap ibadah yang kita lakukan belum tentu bernilai di hadapan Allah kalau kita lakukan tidak seturut dengan ukuran yang Tuhan tentukan. Oleh karena itu mari kita memperhatikan ibadah kita di dahadapan Allah.
Dalam perikop bacaan kita kali ini, kita melihat bahwa ibadah yang dilakukan oleh bangsa Israel tidak mendapatkan respons dari Allah. Walaupun ibadah yang mereka lakukan sesuai dengan tuntutan Allah dalam firman-Nya, tetapi Allah menolaknya. (ayat 14) Mengapa hal itu terjadi? Rupanya bangsa itu datang di hadapan Allah dengan kemampuannya untuk mempersembahkan apa yang bisa dipersembahkan di bait Allah padahal hidup mereka di luar bait Allah sungguh sangat menyedihkan. Mereka pikir Allah bisa disogok dengan segala pemberian mereka di bait Allah tanpa memperhitungkan apa yang telah mereka perbuat di luar bait Allah. Itulah sebabnya Allah berkata “Aku muak dengan persembahanmu.” Apa yang terjadi sehingga ibadah mereka memuakkan Allah?
Beribadah tetapi hidup didalam dosa
Allah tidak hanya melihat apa yang kita lakukan ditengah-tengah ibadah tetapi Dia juga memperhatikan jalan hidup kita. Sebab ibadah kita bukan hanya di gereja, tetapi disepanjang hidup kita. (Band Roma 12: 1).
Oleh karena itu ketika Allah melihat kehidupan bangsa Israel, maka Dia mendapati bahwa mereka sungguh sangat bejat. Itulah sebabnya Allah menegur bangsa Israel dengan sebutan “pemimpin Sodom dan manusia Gomora” (ayat 10). Ungkapan ini merupakan suatu sindiran yang mengidentifikasikan mereka dengan penduduk Sodom dan Gomora kota yang penuh dengan kejahatan dimata Allah sehingga harus dimusnahkan. Padahal bangsa Israel adalah umat Allah, tetapi karena kelakuan mereka yang bejat mereka disamakan dengan penduduk Sodom dan Gomora. Maka tak heran ketika bangsa itu datang di bait Allah dengan segala persembahannya, Allah tidak menyukainya (ayat 11) Kehadiran mereka di bait Allah justru menginjak-injak pelataran baitu suci (ayat 12). Dengan demikian setiap persembahan yang dibawa oleh bangsa itu menjadi persembahan yang memuakan (atat 13) dan membebani Allah (ayat 14). Itu semua karena mereka beribadah dengan berlumuran dosa. (ayat 15)
Apakah ibadah kita sekarang ini seperti manusia Sodom, yang datang ke ibadah dengan menginjak-injak pelataran Allah? Apa yang kita lakukan sebelum datang ke gereja? Bagaimana hidup kita di kantor, di jalan, di pasar, di rumah, di lingkungan sekitar kita, atau dimana saja kita berada? Ukuran dari ibadah kita adalah sikap hidup kita. Kalau hidup kita berlumuran dosa, maka ibadah kita tidak berkenan dan tidak bernilai dihadapan Allah. Apapun yang kita lakukan didalam beribadah tidak akan memiliki nilai di hadapan Allah kalau hidup kita bergelimang dosa. Allah muak dengan segala ibadah yang kita lakukan dengan cara apapun kalau hidup kita tidak berkenan di hadapan-Nya. Jadi beribadah yang bagaimana yang mendapat respon dari Allah?
Ibadah yang didasari pertobatan
Setelah Tuhan memaparkan perilaku bangsa Israel, Ia menyerukan supaya bangsa itu mau membasuh dan membersihkan diri mereka dan berhenti untuk berbuat jahat (ayat 16). Sebab tanpa pertobatan, maka ibadah mereka tidak akan memberkati mereka tetapi justru murka Allah yang akan turun. Selain itu mereka juga diingatkan untuk belajar berbuat baik sebagai wujud nyata dari pertobatan mereka. (ayat 17) Perbuatan baik yang diharapkan Allah dari mereka adalah: Mengusahakan keadilan, mengendalikan orang kejam, dan memperjuangkan perkara janda-janda.
Hal yang sama dituntut dari kita kalau mau melihat ibadah kita bernilai di hadapan Allah. Allah tidak pernah kompromi dengan dosa. Untuk itu betapa perlu kita melihat jalan-jalan hidup kita. Jika hidup kita bisa kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah, maka ketika kita datang dengan membawa doa dan pujian di hadapan Allah, maka Ia akan senang menerimanya. Kalau kita telah jatuh dalam dosa, mari bangkit dan tinggalkan kejahatan, basuh dan bersihkan diri kita, berbuat baik dan hidup di jalan Tuhan, maka Tuhan akan senagn melihat kita datang di pelataran-Nya. Apakah hasil dari ibadah yang seperti itu?
Beribadah dengan hidup yang diberkati
Kalau betul kita bertobat dengan membasuh dan membersihkan diri, walau dosa kita semerah kermizi dan kain kesumba, Allah akan memutihkan dosa kita seputih salju dan seperti bulu domba. Apapun masalah kita termasuk dosa yang sepertinya tidak akan mungkin luntur seperti kermizi dan kain kesumba akan Allah sucikan dan putihkan sehingga kita dapat beribadah dengan pujian dan penyembahan yang berkenan kepada Allah. Inilah beribadah dengan hidup yang diberkati.
Selain itu Tuhan menantang kita untuk memperoleh apa yang telah Dia janjikan, asal kita taat melakukan apa yang diperintahkan-Nya : “Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu” (ayat 19). Taatilah firman-Nya, maka semua doa-doa kita pasti dijawab Tuhan.
Tuhan tidak hanya mau melihat umat-Nya beribadah, tetapi Ia juga ingin mengetahui bagaimana umat itu beribadah. Apakah kita sementara beribadah juga hidup dalam dosa? Kalau itu yang terjadi maka kita akan mengalami murka Allah (ayat 20). Tetapi kalau kita menyadari segala dosa kita di hadapan-Nya dan memohon pengampunan-Nya, maka ibadah kita menjadi ibadah yang menyenangkan hati Allah dan yang memberkati kita (ayat 19).
Pdt. Mauli Siahaan
Comments