HIKMAT YANG MENYELAMATKAN
(Belajar kehidupan seorang wanita yang bernama Abigail 01)
Menyimak apa yang tertulis di dalam I Samuel 25, memang sungguh sangat membuat dada berdebar-debar. Membayangkan Daud yang tingkat emosinya sudah begitu tinggi, dan di dalam pikirannya hanya satu Nabal harus dilenyapkan dari muka bumi. Dalam kemarahan yang demikian tidak ada satu orangpun diantara orang-orang Daud yang mengingatkan bahwa kemarahan itu tidak ada gunanya. Mereka justru mendukungnya, dan mereka mempersiapkan secara seksama mendukung kemarahan Daud, untuk melenyapkan Nabal. 600 orang yang terlatih dalam perang, siap untuk melenyapkan nabal dan orang-orangnya. Para orang-orang Nabal segera melaporkan kepada majikannya, namun bukan majikan laki-laki, tetapi majikan perempuan yang bernama Abigail. Mendapat laporan demikian, “Lalu segeralah Abigail mengambil dua ratus roti, dua buyung anggur, lima domba yang telah diolah, lima sukat bertih gandum, seratus buah kue kismis dan dua ratus kue ara, dimuatnyalah semuanya ke atas keledai, lalu berkata kepada bujang-bujangnya: "Berjalanlah mendahului aku; aku segera menyusul kamu." Tetapi Nabal, suaminya, tidaklah diberitahunya.(I Samuel 25:18-19).
Dari sini kita belajar karakter seorang wanita yang bernama Abigail. Harus diakui Abigail adalah wanita yang memiliki hikmat. Ia seorang wanita yang menerima suaminya apa adanya. Dia tahu kelemahan-kelemahan suaminya. Ketika dalam kondisi terdesak, dan nyawa suaminya dalam keadaan yang berbahaya, ia mencari cara bagaimana bisa menyelamatkan nyawa suaminya. Benar-benar seorang wanita yang memiliki hati yang berbudi luhur. Abigail menyiapkan makanan yang cukup banyak, dan apa yang dilakukan tidak bilang sama suaminya. Ia kenal suaminya, dan kalau sudah punya mau sulit diajak berbincang. Yang seharusnya sebagai seorang suami harus banyak mendengar orang yang dekat dengannya. Karena bagaimanapun susah/senang pendamping hidup akan ikut merasakan. Itulah pentingnya dalam rumah tangga saling mendengar, dan memperhatikan isi hati masing-masing baik sang suami maupun istri. Jangan ada dominasi dalam rumah tangga. Abigail kenal suaminya dan menerima suaminya apa adanya. Mungkin banyak hal ia tersakiti atas tingkah suaminya yang kurang pada tempatnya. Namun, walaupun demikian ia bertindak untuk menyelamatkan suaminya. Ia tidak perlu bilang, bukan berarti ia melawan suaminya. Ia tidak berniat melawan suaminya. Ia membuat roti sebanyak itu tidak bilang. Semua dilakukan sekali lagi untuk menyelamatkan nyawa suaminya.
Apa yang dilakukan Abigail sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Bahwa jikalau sudah menjadi suami istri artinya menjadi satu, bagaimanapun kekuarangan pasangannya tidak mungkin dalam kondisi yang membahayakan membiarkan. Komitmen hidup bersama, memang tidak perlu memperhitungkan seberapa banyak di sakiti. Ketika pasangan yang banyak mengecewakan ini dalam kondisi yang perlu mendapat pertolongan, maka ia segera bertindak untuk menolong. Rumah tangga harus mengingat tulisan Petrus ini khususnya sebagai seorang suami: “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang” (I petrus 3:7).
YANG NAMANYA KEBIJAKSANAAN ADALAH KALAU BUAHNYA MENDATANGKAN SEJAHTERA BAGI SESAMANYA.
Comments