BISA JADI KITA MENGALAMI KEHILANGAN SEGALA-GALANYA
(Masih merenungi kehidupan Daud)
Pudjianto P.
Menyimak apa yang tertulis di dalam I Samuel 19 awal. Daud ketika itu kehilangan segala-galanya. Ia putus hubungan dengan Raja Saul, artinya tidak ada lagi sumber kehidupan. Istrinya yang seharusnya sehidup semati dengan dia, malah lebih membela bapaknya dari pada mengikut dia kemana dia pergi. Ketika dia datang ke Nabi Samuel, seorang rohaniawan, di situ juga tidak aman berkaitan dengan nyawanya, sehingga ia juga harus meninggalkannya. Akhirnya pelariannya sampai ketempat orang Filistin, tetapi di tempat musuh ia harus bertindak sebagai seorang gembel, dan memang dia tidak lagi memiliki apapun, bahkan menjadi orang yang terbuang di negeri sendiri, terbuang dari keluarga, terbuang dengan sesamanya. Pada hal dulu dia dipuja puji. Daud benar-benar sudah kehilangan segala-galanya di dalam menjalani kehidupan ini.
Apa yang dialami Daud ini bisa jadi terjadi di dalam kehidupan kita. Kita bisa mengalami hal yang seperti dialami Daud kehilangan segala-galanya. Kehilangan tempat kita bersandar di dalam hidup yaitu pekerjaan kita. Kita ditinggalkan orang yang dekat dengan kita. Rohaniawan yang harapan kita memberikan semangat hidup, malah menjatuhkannya. Kita menjadi orang terbuang, tidak berharga, setiap orang yang memandang kita, hanya memandang dengan sebelah mata. Hal-hal yang dialami Daud demikian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, di dalam menjalani kehidupan sebagai orang percaya, demikian seorang pendeta di dalam kotbahnya.
1. Jangan sampai di dalam menjalani kehidupan itu kita bersandar kepada hal-hal jasmani sampai hal-hal yang jasmani itu menggantikan kedudukan Allah yang mestinya sebagai tempat bersandar kita. Dalam kitab suci tertulis: “Allah yang abadi adalah tempat perlindunganmu, dan di bawahmu ada lengan-lengan yang keka” (Ulangan 33:27). Lantas ada lagi yang tertulis: “janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan”(Yesaya 41:10).
2. Kalau sandaran hidup kita hanya hal-hal yang ada dunia ini maka perhatian kita hanya yang ada di dalam dunia ini. Otomatis kalau sudah begitu maka kita akan melupakan Tuhan yang seharusnya menjadi sandaran kita. Yang kita ingat uang kita yang ada di bank, pekerjaan kita, kepada orang yang selama ini menjadi sandaran kita. Inilah yang menjadi penyebab lemahnya iman kita.
3. Semua tempat bersandar yang ada di dalam dunia ini hanya bisa memberikan kenyamanan sementara saja. Misalnya kedudukan, harta yang kita miliki, terlebih sampai bersandar kepada obat-obat terlarang, nyaman hanya sementara.
Apa yang menjadi kotbah pendeta itu cukup mengingatkan kita, supaya kita kembalikan hati kita untuk bersandar kepada Tuhan. Jika kita memiliki kedudukan, harta, atau fasilitas apapun, itu semua adalah merupakan sarana untuk bisa lebih banyak memuliakan namaNya dan memperlebar KerajaanNya.
JANGAN TERJEBAK DENGAN HAL-HAL JASMANI MENJADI TEMPAT PERSANDARAN HIDUP KITA, JANGAN HAL-HAL JASMANI ITU SAMPAI MENGGANTIKAN KEDUDUKAN ALLAH YANG SEBENARNYA MERUPAKAN TEMPAT BERSANDAR YANG TEPAT BUAT KITA.
Comments