Ada seorang pengembara yang sangat ingin melihat pemandangan yang ada di
balik suatu gunung yang amat tinggi. Maka disiapkanlah segala peralatannya
dan berangkatlah ia. Karena begitu beratnya medan yang harus dia tempuh,
segala perbekalan dan perlengkapannya pun habis. Akan tetapi, karena begitu
besar keinginannya untuk melihat pemandangan yang ada di balik gunung itu,
ia terus melanjutkan perjalanannya. Sampai suatu ketika, ia menjumpai semak
belukar yang sangat lebat dan penuh duri. Tidak ada jalan lain selain ia
harus melewati semak belukar itu. Pikir pengembara itu "Wah, jika aku harus
melewati semak ini, maka kulitku pasti akan robek dan penuh luka. Tapi aku
harus melanjutkan perjal anan ini." Maka pengembara itupun mengambil
ancang-ancang dan ia menerobos semak itu. Ajaib, pengembara itu tidak
mengalami luka goresan sedikitpun. Dengan penuh sukacita, ia kemudian
melanjutkan perjalanan dan berkata dalam hati "Betapa hebatnya aku. Semak
belukarpun tak mampu menghalangi aku." Selama hampir 1 jam lamanya ia
berjalan, tampaklah di hadapannya kerikil-kerikil tajam
berserakan. Dan tak ada jalan lain selain dia harus melewati jalan itu.
Pikir pengembara itu untuk kedua kalinya "Jika aku melewati kerikil ini,
kakiku pasti akan
berdarah dan terluka. Tapi aku tetap harus melewatinya." Maka dengan segenap
tekadnya, pengembara itu berjalan. Ajaib, ia tak mengalami luka tusukkan
kerikil itu sedikitpun dan tampak kakinya dalam keadaan baik-baik saja.
Sekali lagi ia berkata dalam hati : "Betapa hebatnya aku. Kerikil tajampun
tak mampu menghalangi jalanku." Pengembara itupun kembali melanjutkan
perjalanannya. Saat hampir sampai di puncak gunung itu, ia kembali menjumpai
rintangan. Batu-batu besar dan licin menghalangi jalannya, dan tak ada jalan
lain selain dia harus melewatinya. Pikir pengembara itu untuk
yang ketiga kalinya : "Jika aku harus mendaki batu-batu ini, aku pasti akan
tergelincir dan tangan serta kakiku akan patah. Tapi aku ingin sampai di
puncak itu. Aku harus melewatinya." Maka pengembara itupun mulai
mendaki batu itu dan ia...tergelincir. Aneh, setelah bangkit, pengembara itu
tidak merasakan sakit di tubuhnya dan tak ada satupun tulangnya yang patah.
"Betapa hebatnya aku. Batu-batu terjal inipun tidak dapat menghalangi
jalanku." Maka, iapun melanjutkan perjalanan dan sampailah ia di puncak
gunung itu. Betapa sukacitanya ia meihat pemandangan yang sungguh indah dan
tak pernah ia melihat yang seindah ini. Akan tetapi, saat pengembara itu
membalikkan badannya, tampaklah di hadapannya sosok manusia yang penuh luka
sedang duduk memandanginya. Tubuhnya penuh luka goresan dan kakinya penuh
luka tusukan dan darah. Ia tak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya karena
patah dan remuk tulangnya. Berkatalah pengembara itu dengan penuh iba pada
sosok penuh luka itu : "Mengapa tubuhmu penuh
luka seperti itu? Apakah karena segala rintangan yang ada tadi? Tidak
bisakah engkau sehebat aku karena aku bisa melewatinya tanpa luka
sedikitpun? Siapakah engkau sebenarnya ?" Jawab sosok penuh luka itu
dengan tatapan penuh kasih : "Aku adalah Tuhanmu. Betapa hatiKu tak mampu
menolak untuk menyertaimu dalam perjalanan ini, mengingat betapa inginnya
engkau melihat keindahan ini. Ketahuilah, saat engkau harus melewati semak
belukar itu, Aku memelukmu erat supaya tak satupun duri merobek kulitmu.
Saat kau harus melewati kerikil tajam, maka Aku menggendongmu supaya kakimu
tidak tertusuk. Ketika kau memanjat batu licin dan terjatuh, Aku menopangmu
dari bawah agar tak
satupun tulangmu patah. Ingatkah engkau kembali padaKU ?" Pengembara itupun
terduduk dan menangis tersedu-sedu. Untuk kedua kalinya, Tuhan harus
menumpahkan darahNya untuk suatu kebahagiaan.
Kadang, kita lupa bahwa Tuhan selalu menyertai & melindungi kita. Kita lebih
mudah ingat betapa hebatnya diri kita yang mampu melampaui segala rintangan
tanpa menyadari bahwa Tuhan bekerja di sana. Dan sekali lagi, Tuhan harus
berkorban untuk keselamatan kita. Maka, seperti Tuhan yang tak mampu menolak
untuk menyertai anakNya, dapatkah kita juga tak mampu menolak segala
kasihNya dalam perjalanan hidup kita
dan membiarkan tanganNya bekerja dalam hidup kita?
balik suatu gunung yang amat tinggi. Maka disiapkanlah segala peralatannya
dan berangkatlah ia. Karena begitu beratnya medan yang harus dia tempuh,
segala perbekalan dan perlengkapannya pun habis. Akan tetapi, karena begitu
besar keinginannya untuk melihat pemandangan yang ada di balik gunung itu,
ia terus melanjutkan perjalanannya. Sampai suatu ketika, ia menjumpai semak
belukar yang sangat lebat dan penuh duri. Tidak ada jalan lain selain ia
harus melewati semak belukar itu. Pikir pengembara itu "Wah, jika aku harus
melewati semak ini, maka kulitku pasti akan robek dan penuh luka. Tapi aku
harus melanjutkan perjal anan ini." Maka pengembara itupun mengambil
ancang-ancang dan ia menerobos semak itu. Ajaib, pengembara itu tidak
mengalami luka goresan sedikitpun. Dengan penuh sukacita, ia kemudian
melanjutkan perjalanan dan berkata dalam hati "Betapa hebatnya aku. Semak
belukarpun tak mampu menghalangi aku." Selama hampir 1 jam lamanya ia
berjalan, tampaklah di hadapannya kerikil-kerikil tajam
berserakan. Dan tak ada jalan lain selain dia harus melewati jalan itu.
Pikir pengembara itu untuk kedua kalinya "Jika aku melewati kerikil ini,
kakiku pasti akan
berdarah dan terluka. Tapi aku tetap harus melewatinya." Maka dengan segenap
tekadnya, pengembara itu berjalan. Ajaib, ia tak mengalami luka tusukkan
kerikil itu sedikitpun dan tampak kakinya dalam keadaan baik-baik saja.
Sekali lagi ia berkata dalam hati : "Betapa hebatnya aku. Kerikil tajampun
tak mampu menghalangi jalanku." Pengembara itupun kembali melanjutkan
perjalanannya. Saat hampir sampai di puncak gunung itu, ia kembali menjumpai
rintangan. Batu-batu besar dan licin menghalangi jalannya, dan tak ada jalan
lain selain dia harus melewatinya. Pikir pengembara itu untuk
yang ketiga kalinya : "Jika aku harus mendaki batu-batu ini, aku pasti akan
tergelincir dan tangan serta kakiku akan patah. Tapi aku ingin sampai di
puncak itu. Aku harus melewatinya." Maka pengembara itupun mulai
mendaki batu itu dan ia...tergelincir. Aneh, setelah bangkit, pengembara itu
tidak merasakan sakit di tubuhnya dan tak ada satupun tulangnya yang patah.
"Betapa hebatnya aku. Batu-batu terjal inipun tidak dapat menghalangi
jalanku." Maka, iapun melanjutkan perjalanan dan sampailah ia di puncak
gunung itu. Betapa sukacitanya ia meihat pemandangan yang sungguh indah dan
tak pernah ia melihat yang seindah ini. Akan tetapi, saat pengembara itu
membalikkan badannya, tampaklah di hadapannya sosok manusia yang penuh luka
sedang duduk memandanginya. Tubuhnya penuh luka goresan dan kakinya penuh
luka tusukan dan darah. Ia tak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya karena
patah dan remuk tulangnya. Berkatalah pengembara itu dengan penuh iba pada
sosok penuh luka itu : "Mengapa tubuhmu penuh
luka seperti itu? Apakah karena segala rintangan yang ada tadi? Tidak
bisakah engkau sehebat aku karena aku bisa melewatinya tanpa luka
sedikitpun? Siapakah engkau sebenarnya ?" Jawab sosok penuh luka itu
dengan tatapan penuh kasih : "Aku adalah Tuhanmu. Betapa hatiKu tak mampu
menolak untuk menyertaimu dalam perjalanan ini, mengingat betapa inginnya
engkau melihat keindahan ini. Ketahuilah, saat engkau harus melewati semak
belukar itu, Aku memelukmu erat supaya tak satupun duri merobek kulitmu.
Saat kau harus melewati kerikil tajam, maka Aku menggendongmu supaya kakimu
tidak tertusuk. Ketika kau memanjat batu licin dan terjatuh, Aku menopangmu
dari bawah agar tak
satupun tulangmu patah. Ingatkah engkau kembali padaKU ?" Pengembara itupun
terduduk dan menangis tersedu-sedu. Untuk kedua kalinya, Tuhan harus
menumpahkan darahNya untuk suatu kebahagiaan.
Kadang, kita lupa bahwa Tuhan selalu menyertai & melindungi kita. Kita lebih
mudah ingat betapa hebatnya diri kita yang mampu melampaui segala rintangan
tanpa menyadari bahwa Tuhan bekerja di sana. Dan sekali lagi, Tuhan harus
berkorban untuk keselamatan kita. Maka, seperti Tuhan yang tak mampu menolak
untuk menyertai anakNya, dapatkah kita juga tak mampu menolak segala
kasihNya dalam perjalanan hidup kita
dan membiarkan tanganNya bekerja dalam hidup kita?
Comments