Mendidik Anak
Efesus 6:1–4. Memukul atau Tidak Memukul
Efesus 6:1–4. Memukul atau Tidak Memukul
Oleh: Ev. Evelyn Soedibyo, B.Sc.
Oleh: Ev. Evelyn Soedibyo, B.Sc.
Ev.Evelyn mengkotbahkan tema “Memukul atau Tidak Memukul”. Beliau membahas Efesus 6:1–4. Dari ayat ini Bu Evelyn mengajukan pertanyaan retoris, “Bagaimana kita bisa memukul anak kita, tanpa harus membangkitkan amarah di dalam hatinya?”
Ada pepatah mengatakan bahwa “di ujung rotan ada emas,” artinya, It’s ok untuk memukul anak. Namun sejauh mana? Bu Evelyn memberikan pedoman dalam memukul anak, yaitu harus dengan kasih dan tepat. Orangtua yang punya kecenderungan abusive, tidak boleh memukul, karena bila ia memukul, akan cenderung bersikap abusive dan bukannya mendisiplin.
Bu Evelyn juga mengatakan bahwa berdasarkan buku-buku yang ia baca, usia yang baik bagi anak untuk menerima pukulan adalah antara 18 hari hingga Sembilan tahun. Di bawah 18 hari, memukul anak bisa mengakibatkan akibat fisik yang berbahaya. Sedangkan anak di atas Sembilan tahun, sudah tidak tepat lagi menerima disiplin dengan cara dipukul. Bentuk hukuman yang lebih tepat untuk anak dengan usia di atas Sembilan tahun, misalnya: Duduk satu jam untuk merenungkan kesalahannya, atau jam bermain dipotong untuk kerja.
Bu Evelyn kemudian memberikan tips bagaimana supaya anak tahu bahwa sesuatu itu berbahaya:
1. Langkah pertama: Katakan “Jangan!”
2. Langkah kedua: Katakan “Jangan!” dengan lebih tegas lagi!
3. Langkah ketiga: Katakan “Jangan!” dengan cubitan!
Dan kalau harus sampai menerapkan hukuman fisik, harus diingat bahwa daerah tubuh yang masih aman untuk menerima hukuman adalah pantat dan jari.
1. Langkah pertama: Katakan “Jangan!”
2. Langkah kedua: Katakan “Jangan!” dengan lebih tegas lagi!
3. Langkah ketiga: Katakan “Jangan!” dengan cubitan!
Dan kalau harus sampai menerapkan hukuman fisik, harus diingat bahwa daerah tubuh yang masih aman untuk menerima hukuman adalah pantat dan jari.
Lalu bagaimana jika sesudah menerima hukuman, anak merajuk minta dipeluk? Haruskah kita memeluknya? Bu Evelyn mengingatkan satu prinsip, “Hate the sins, but love the sinners”. Praktisnya, orangtua jangan gengsi untuk kembali memeluk anak jika anak merajuk minta dipeluk setelah anak menerima hukuman. Sesungguhnya anak merajuk karena mencoba mencari tahu apakah orangtuanya masih mengasihi dia atau tidak! Justru ketika kita memeluk anak kita itulah, kita dapat mendidik dia. Kita dapat menjelaskan kepada dia tentang apa kesalahannya dan apa konsekuensi yang harus dia terima.
Namun Bu Evelyn kemudian memberikan empat alasan mengapa setelah kita menghukum anak dengan keras, masih ada kemungkinan ketidakberhasilan:
1. Bila hukum yang kita terapkan tidak tegas/tidak konsisten. Misalnya: Orangtua meminta anak untuk tidak merokok, namun orangtua sendiri merokok; atau jika orangtua memberi aturan berubah-ubah.
2. Kemauan anak lebih keras dari orangtua.
3. Pukulan terlalu lembut.
4. Anak hyper-active.
1. Bila hukum yang kita terapkan tidak tegas/tidak konsisten. Misalnya: Orangtua meminta anak untuk tidak merokok, namun orangtua sendiri merokok; atau jika orangtua memberi aturan berubah-ubah.
2. Kemauan anak lebih keras dari orangtua.
3. Pukulan terlalu lembut.
4. Anak hyper-active.
Dari semua pembahasan di atas, aku menangkap beberapa poin penting, yaitu:
1. Kalau mau memukul anak, perhatikan usia anak.
2. Dalam memberi hukuman, penting diingat adalah bahwa yang penting message sampai.
3. Orangtua jangan gengsi untuk menyatakan kasih kembali.
Sungguh, pelajaran-pelajaran yang sangat bermanfaat sekali bagiku.
1. Kalau mau memukul anak, perhatikan usia anak.
2. Dalam memberi hukuman, penting diingat adalah bahwa yang penting message sampai.
3. Orangtua jangan gengsi untuk menyatakan kasih kembali.
Sungguh, pelajaran-pelajaran yang sangat bermanfaat sekali bagiku.
(Disampaikan pada Persekutuan Gabungan Komisi Wanita dan Komisi Kaum Pria GK Kalam Kudus Jayapura, Jumat/2 Mei 2008)
sumber: https://ntprasetyo.wordpress.com/tag/mendidik-anak/
Comments