Skip to main content

Childlike vs childish..


Apa bedanya "childlike" (menjadi seperti anak-anak) dan "childish" (kekanak-kanakan) ?
Tuhan Yesus berulang kali menekankan pentingnya kita - orang dewasa - menjadi "childlike", SEPERTI anak-anak, namun bukan "childish" atau kekanak-kanakan.
" ... sesungguhnya, jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." Matius 18:3
" ... barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Markus 10:15
CHILDLIKE vs CHILDISH
Memiliki iman seperti seorang anak kecil, itulah yang Tuhan harapkan dalam diri kita. Secara alami, seorang anak kecil, (apalagi waktu masih bayi) akan 100% percaya kepada orang tuanya. Mereka tidak mempertanyakan "otoritas" orang tuanya, mereka juga tidak meributkan "apakah orang tuanya akan sanggup memenuhi kebutuhan mereka", mereka bahkan tidak terpikir untuk menanyakan "benarkah ini adalah orang tua ku?". Secara kodrati, anak-anak terlahir di dalam dunia ini dengan IMAN yang bergantung penuh kepada orang tuanya. 
Nah, apakah dalam kehidupan sebagai orang percaya kita mampu memiliki iman seperti anak-anak (childlike faith) ?
Craig Groeschel, dalam bukunya yang berjudul "The Christian Atheist" mengungkapkan bahwa banyak orang kristen percaya kepada Tuhan, namun hidup seolah Tuhan tidak ada. Sederhananya, banyak orang mengaku percaya kepada Tuhan, percaya kepada apa yang tertulis di dalam Alkitab, percaya akan kuasa doa, namun hidup DI LUAR apa yang mereka "percayai" tsb.
Contoh:
Kita percaya Tuhan sanggup menyediakan segala kebutuhan hidup kita, bahkan yakin bahwa masa depan kita ada di dalam tangan Tuhan. Amin! Namun entah mengapa, kita selalu saja kuatir tentang berbagai hal - baik itu kuatir tentang kestabilan ekonomi dan politik, kuatir suatu hari akan di PHK, kuatir tidak mendapat jodoh, kuatir tentang anak-anak kita, kuatir tentang kesehatan orang tua kita yang sudah lanjut usia, dsb dsb dsb
Kita percaya bahwa Allah kita adalah Allah yang senantiasa menolong umatNya. Tetapi entah kenapa, kita juga merasa bahwa janji Tuhan yang satu ini tidak berlaku untuk diri kita - terutama saat kita berada dalam kesusahan - sepertinya cuma kita yang tidak ditolong oleh Tuhan. Kenapa banyak orang memberi kesaksian bagaimana tangan Tuhan menolong mereka melewati penyakit yang mematikan, kecelakaan yang dahsyat, kesulitan ekonomi, dsb ... tapi sepertinya untuk kasus kita, kok Tuhan tidak menolong yah?
Apakah kita pernah berpikir dan merasa seperti ini?
Bila jawabannya adalah YA, maka sepertinya kita masuk dalam golongan "The Christian Atheist" - mengaku percaya kepada Tuhan, namun hidup seolah-olah Tuhan tidak ada (dan karena itu, kita merasa "terpaksa" berjuang sendirian)  Orang-orang seperti ini, akan merasakan hidup yang berbeban berat, cenderung mengalami keletihan, dan hampir tidak ada suka cita. Ini adalah orang-orang yang ditegur oleh Tuhan Yesus karena tidak memiliki iman seperti anak-anak (childlike faith)
Orang-orang yang menjalani hidup seperti "The Christian Atheist" ini - meskipun mereka menganggap dirinya adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, namun pada kenyataannya, mereka inilah yang bersifat kekanak-kanakan atau "childish" - dengan kata lain: tidak dewasa di dalam pemikiran (1 Korintus 14:20, 1 Korintus 3:1-2) dan akibatnya, tidak bertumbuh di dalam iman mereka.
Apa rahasianya agar kita bisa memiliki iman seperti anak-anak (childlike faith) dan menghindari sikap kekanak-kanakan (childish)?
- Bukalah HATI kepada Tuhan, bukan kepada doktrin atau pengajaran - awas Farisi modern!
- Miliki KOMUNIKASI yang hidup dengan Tuhan, bukan dengan memaksa diri rajin baca Firman dan rajin berdoa - namun hidup dengan "garing" (kering).
- Jujurlah kepada Tuhan, diri sendiri, dan sesama - tidak perlu pakai topeng.
Jadilah seperti ANAK-ANAK! Jalanilah hidup dari sudut pandang seorang anak yang memiliki Bapa yang Baik!
" ... Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya"  (Matius 7:11-- catatan: jika Anda mengalami kesulitan untuk MEMPERCAYAI ayat ini, saya sarankan Anda mulai mencari buku "The Christian Atheis" dan membacanya hingga tuntas. Dan doa saya adalah, agar Anda bisa mengalami hidup berkemenangan dan penuh suka cita.
Bandung, mei 2013 (meilania.chen@gmail.com)

Comments

Popular posts from this blog

Tips Mendisiplinkan Anak

Tips Mendisiplinkan Anak Sumber :  http://ellenpatricia.com/?p=30 Frase “mendisiplin anak” merupakan salah satu frase yang paling banyak disalahartikan. Tidak sedikit orang yang menyamakan makna frase tersebut dengan memberikan hukuman fisik kepada anak. Sesungguhnya, makna “mendisiplin anak” tidaklah sesempit itu. “Mendisiplin anak” mengandung arti melakukan tindakan yang direncanakan untuk menolong anak-anak mempelajari perilaku yang baik. Untuk mempraktekkan disiplin dalam arti yang demikian, jauh lebih sulit dibandingkan sekedar menghukum anak secara fisik, karena tersirat dalam makna tersebut adalah prioritasnya pada tujuan yang ingin dicapai, yaitu menolong anak-anak mempelajari perilaku yang baik, bukan pada bentuk tindakan disiplin yang diambil. Dengan demikian, bentuk tindakan yang dapat dipilih untuk mencapai tujuan tersebut bisa berbagai macam. Untuk dapat mendisiplinkan anak dengan efektif, umumnya ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan orangtua, sebagai berikut :...

Bahan SM: Hari Pentakosta

(Oleh: Pdt. Mangapul Sagala) Apakah itu hari Pentakosta? Pentingkah itu bagi orang Kristen? Jika penting, sejauh mana penting? Secara harfiah, kata yang berasal dari bahasa Yunani itu berarti "hari ke-50". Bagi orang Yahudi, hari itu penting dan merupakah sebuah keharusan, sebagaimana diperintahkan oleh Tuhan kepada mereka. Tibanya hari Pentakosta berarti berakhirnya tradisi perayaan selama tujuh minggu, di mana umat Israel merayakan paskah. "Hari raya Tujuh Minggu, yakni hari raya buah bungaran dari penuaian gandum, haruslah kau rayakan, juga hari raya pengumpulan hasil pada pergantian tahun (Kel.34:22). Perlu kita perhatikan bahwa dari sekian banyak perayaan yang dilakukan oleh orang Yahudi, maka hari raya Pentakosta merupakan perayaan terbesar, di mana pada saat itu merupakah hari yang penuh sukacita dan di mana mereka bersyukur kepada Allah atas segala kasih dan pemeliharaanNya, termasuk akan hasil panen tuaian gandum dan jelai. Karena itu, mereka akan datang kepad...

Mengusik Guru Sekolah Minggu

Facebook Twitter Pinterest WhatsApp Share Kekaguman saya kepada Guru Sekolah Minggu (GSM) tiada hentinya. Betapa tidak? Pengajaran di Sekolah Minggu (SM) pada Anak Sekolah Minggu (ASM) seringkali begitu melekat sampai ke usia dewasa dan lanjut usia. Banyak orang dewasa yang beriman SM. Para pendeta dan teolog tampaknya kurang sanggup membangun kelanjutan pengajaran GSM dalam mendewasakan iman jemaat. Sementara kekaguman berlanjut, saya menjadi ambigu; sebab di satu pihak saya pernah menjadi GSM selama 15 tahun karena itu saya ikut bangga, di lain pihak saya menjadi pendeta selama 40 tahun karena itu saya ikut sedih. Saya tak dapat menahan diri untuk tidak ‘mengusik’ rekan-rekan GSM yang saya cintai. Mereduksi Trinitas Di banyak SM, banyak GSM mengajarkan anak-anak berdoa kepada Yesus atau Tuhan Yesus. Hasil pengajaran ini terus hidup di sana sini termasuk dalam diri penatua dan pendeta. Tradisi berdoa kepada Yesus bukanlah tradisi yang selaras dengan pengakuan iman kita. Da...