Siapapun pernah mengalami ditinggalkan orang yang dikasihi. Kadang-kadang terjadinya peristiwa itu tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dan jika terjadi demikian maka bayangan orang yang kita kasihi sepertinya belum meninggalkan senantiasa hadir di dalam kehidupan kita. Ada lagi yang menyedihkan, bagi yang yang lama merawat orang yang dikasihi, tetapi ketika orang yang dirawat itu meninggalkannya untuk selama-lamanya, ada rasa kecewa dan hancur hati. Memang ditinggalkan orang yang dikasihi bukanlah suatu peristiwa yang begitu saja bisa dilupakan. Bahkan walaupun sudah menjadi orang percaya, ketika ditinggal orang yang dikasihi bisa mengalami depresi yang berkepanjangan. Lupa kewajiban sebagai orang percaya. Lupa bahwa Tuhan senantiasa menyertai di dalam kehidupannnya. Dan Tuhan memiliki rancangan yang lebih indah di balik semua peristiwa itu.
Satu hal di dalam kitab suci diceritakan orang yang begitu banyak mengalami kehilangan, namun hidupnya tetap tidak meninggalkan Tuhan. Hidupnya tidak goyah. Sudah tentu kalau ada cerita demikian orang yang sering membaca Kitab suci lantas ingat siapakah yang dimaksud. Orang itu sudah kehilangan harta nya sampai habis, kehilangan anak-anaknya yang dikasihinya, yang setiap saat dimintakan pengampunan dari Tuhan, kalau-kalau ada kesalahan di dalam hidup mereka. Tuhan ijinkan anak yang berjumlah 10 orang itu hampir secara bersamaan meninggalkan dirinya selama-lamanya. Sudah gitu ujian di dalam hidupnya belum cukup, ia masih menderita sakit borok seluruh tubuhnya. Sampai pada saatnya istrinya tidak tahan melihat derita suaminya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!"(ayub 2:29). Walaupun derita datangnya bertubi-tubi, Ayub tidak meninggalkan imannya kepada Tuhan. Justru derita yang berkepanjangan itu diterimanya sebagai ujian bagi kehidupannya, ia mengatakan berkaitan dengan Tuhan: “ Sesungguhnya, kalau aku berjalan ke timur, Ia tidak di sana; atau ke barat, tidak kudapati Dia; di utara kucari Dia, Ia tidak tampak, aku berpaling ke selatan, aku tidak melihat Dia. Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas. Kakiku tetap mengikuti jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak menyimpang. Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya. Tetapi Ia tidak pernah berubah -- siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga” (Ayub 23:8-13). Ayub tidak goyah imannya walaupun cobaan menderanya bertubi-tubi. Dan ternyata di ujung kehidupan Ayub, Ayub menerima anugerah bukan hanya berkelimpahan jasmani berlipat, jumlah anaknya di kembalikan, dan kehormatan dengan sesama di tambah.
Cobaan hidup yang dialami Ayub merupakan pelajaran bagi kita, yang kebetulan hidupnya selama ini di dera oleh berbagai macam pencobaan hidup. Di dalam situasi demikian iman kita akan kelihatan, kemurnian kita akan tampak, dan kemuliaan Tuhan akan terpancar di dalam hidup kita, ketika kita tetap setia dan tidak melepaskan iman kita. Dan memang apabila kita lulus, di ujung kehidupan kita sudah menanti kebahagiaan yang tidak pernah kita pikirkan dan bayangkan sebelumnya.
JIKA INGIN MENIKMATI HARI-HARI YANG INDAH, TETAPLAH BERPEGANGLAH PADA IMAN YANG BENAR, YAITU IMAN KEPADA YESUS KRISTUS. JIKA ITU YANG KITA LAKUKAN MAKA DI UJUNG KEHIDUPAN KITA AKAN MENERIMA YANG MEMBUAT KITA BAHAGIA DAN DIPENUHI DAMAI SEJAHTERA.
Pudjianto Sarsono Pudjianto6@gmail.com
Comments