How GKI are u?
Memetik percakapan singkat, mengapa sulit mencari aktifis di GKI, dan ternyata semua seolah mengiyakan bahwa kita harus berbuat sesuatu tentang itu.
Sejujurnya, GKI mungkin telah mempersiapkan untuk melengkapi para pendetanya, penatuanya, dan aktifis yg ada dgn berbagai pembinaan, dan memang telah disusun kurikulum2 tertentu untuk membantu banyak gereja menyiapkan aktifisnya.
Tapi, apakah itu efektif? Membina calon aktifis mungkin adalah persoalan nomor dua, yang utama adalah menemukan calon-calon aktifis ini, bahkan dari sedini mungkin.
Dan, ini perlu pencermatan yang tepat, krn mungkin saja, para pendeta yang mengetahui potensi-potensi jemaatnya, tapi apabila tidak dibantu dan didukung untuk para calon aktifis ini untuk mengembangkan dirinya, mengetahui environment pelayanan yang mungkin dimasukinya, maka tentu saja blm bisa berhasil baik.
Pertama, pada waktu mereka di Komisi Anak, pastilah ada anak2 berbakat tertentu yang bisa dipertajam, difokuskan untuk melayani anak lain dalam berbagai kesempatan. Biarkan mereka berdoa, menjadi ketua kelas dan bertanggung jawab menyiapkan kelas, menjadi pemimpin pujian, bahkan menjadi asisten guru sekolah minggu. Sementara itu, anak2 dgn fokus bakat dan skill tertentu ditampung lebih baik. Anak pintar menyanyi masuk ke dalam PS anak, anak pintar bermain musik ke dalam group musik. Anak pintar sejarah Alkitab dipersiapkan mengikuti lomba2 antar gereja. Anak pintar prakarya dilibatkan dalam tim kreatifitas sekolah minggu. Anak pintar menulis, dibiarkan menulis dalam Pipit - majalah sekolah minggu. Masalahnya, apakah kita jeli melihat hal ini? Kedua, apakah kita memiliki komitmen dan akan konsisten mendampingi mereka ber'extrakurikuler'?
Bukankah kita lebih sering ingin cepat2 selesai mengajar karena takut kehabisan mie asun , belum lagi krn takut ditinggal mama papa karena tidak ada angkutan. Atau krn ingin cepat2 ke mal, bertemu dgn si doi yang janjian ketemu disana. Bukankah lebih banyak yg ikut persiapan sekolah minggu susulan krn banyak aktifitas yg menanti selesai sekolah minggu.
Kalau kita sebagai orangtua, bukankah kita lebih suka cepat2 menjemput anak kita krn takut kerepotan mengeluarkan mobil dari halaman gereja? Atau krn takut kehabisan sayur enak dari kafetaria yang ingin segera kita santap di rumah kita yg nyaman? Atau krn ingin cepat2 agar anak kita bs segera pulang dan beristirahat.
Bagi para penatua, apakah ada waktu untuk melihat aktifitas kecil ini, atau sibuk memikirkan berapa banyak jemaat yg hadir, berapa jumlah persembahan yang gereja terima, sibuk mengatur pengeluaran dana, seolah semua terserap tiap minggu nya dengan agenda yang banyak.
Jangan pula ditanya para pendeta, yang pastinya lebih sibuk lagi dengan berbagai aktifitasnya. Masih adakah terbesit dalam pikiran mereka untuk melongok, melihat, akh.. Jangan mimpi juga mereka ada disana memimpin latihan PS anak meskipun sesekali. Makanya, kalo asm ditanya siapa pendetanya, umumnya mereka tdk bs menjawab.
Nah, kelihatan khan, tugas kecil ini utk merekrut dan mempersiapkan mereka, bukan tugas yang mudah. Tugas yang maha berat, perhatian dan konsentrasi yang dibutuhkan pun luar biasa. Apakah tugas ini semata akan dibebankan kepada pengurus Komisi Anak dan para Guru Sekolah Minggu?
Kedua. Apa yang akan terjadi apabila mereka2 ini naik ke remaja, masa2 yang indah dalam perjalanan hidup manusia untuk menemukan dirinya, baik secara pribadi ataupun sosial. Apabila mereka naik ke remaja, mengetahui ada kelebihan dan potensi diri, tetapi tidak dikembangkan dalam remaja. Pengurus Korem harus susah payah mendata ulang, dan harus dilakukan setiap tahun nya, utk tahu apa hobby, minat dan konsentrasi tiap remaja yang ada, sehingga dpt dipilih para pelayan dalam kebaktian, para calon pemimpin, calon pengurus. Disinilah akan jelas kelihatan, mana calon pemikir dan calon pekerja. Maka kejelian ini harus diberikan kpd pengurus Korem dan penatua / tenaga pendamping komisi. Kejelian untuk 'menemukan' benih, 'menyemai' benih dan menstimulasi agar benih dapat bertumbuh baik.
Ketiga. Titik fatal selanjutnya adalah di Komisi Pemuda, masa gejolak identitas, pencarian diri dan peran diri dalam kehidupan sosialnya. Gereja dapat menjadi area stimulasi yang baik untuk hal ini. Apakah pemuda di gereja kita didukung perkembangannya? Apakah mereka dilibatkan aktif dalam berbagai acara gereja? Apakah warganya ada juga guru sekolah minggu di dalamnya, apakah ada pembinaan berkala untuk mereka? Apakah kita mempersiapkan juga mereka untuk bertemu jodohnya dalam Kristus. Masa ini bisa menjadi masa yang pendek bagi segelintir orang, atau juga menjadi masa yang panjang dan penuh liku-liku untuk orang tertentu.
Ok, berikutnya, apakah kita jg mempersiapkan jemaat2 muda ini untuk menikah, memiliki anak kecil - dan akhirnya mereka sadar bhw mrk jg harua telibat dalam proses siklus ini. Proses siklus untuk menjaga adanya pelayan-pelayan Tuhan, adanya para aktifis dalam setiap jenjang hidup mereka. Tugas ini tidak pernah usai, bahkan mereka pun harus ikut dan mendukung keberadaan Komisi Dewasa, dengan beragam fokus kegiatan, khususnya untuk keluarga dan masyarakat.
Wow, kompleks toh. Tapi ya inilah yang harus kita pikirkan, kita terlibat, dan ini bukan urusan siapa2, ini urusan kita semua. Siapa lagi yg akan menjaga kesinambungan keberadaan gereja Tuhan apabila kita tidak mengambil bagian di dalamnya. Dan bagian apa pun itu, semuanya sangat penting, sekali lagi saya katakan sangat penting.
Terakhir. Jangan katakan tidak. Saya mau bilang, masih banyak, dari yang anak kecil, remaja, pemuda, dewasa tidak mau melayani Tuhan, meskipun dalam tanggung jawab yang kecil. Mengapa? Apakah mereka lupa bahwa kita adalah tubuh Kristus? Tiap2 org memiliki fungsi dan peran nya. Tiap orang dan bagian ini penting dimata Allah.
Jadi betapa pun GKI nya kita, tanpa kita mengambil bagian dalam proses dan siklus kesinambungan gereja Tuhan, ya mungkin saja GKI itu akan punah, karena kesulitan mencari pekerja, pelayan, bahkan domba yang siap dilayani.
GKI mungkin akan tetap eksis puluhan, bahkan mungkin ribuan tahun lagi, tapi apakah pelayan Kristus akan semakin berkurang, atau semakin bertambah? Mungkin sekarang kita masih bertanya 'How GKI are you?' tapi apabila semua ini didiamkan, maka mungkin suatu hari kelak kita bertanya 'GKI How are you?'
Tuhan memberkati usaha kita senantiasa.
Memetik percakapan singkat, mengapa sulit mencari aktifis di GKI, dan ternyata semua seolah mengiyakan bahwa kita harus berbuat sesuatu tentang itu.
Sejujurnya, GKI mungkin telah mempersiapkan untuk melengkapi para pendetanya, penatuanya, dan aktifis yg ada dgn berbagai pembinaan, dan memang telah disusun kurikulum2 tertentu untuk membantu banyak gereja menyiapkan aktifisnya.
Tapi, apakah itu efektif? Membina calon aktifis mungkin adalah persoalan nomor dua, yang utama adalah menemukan calon-calon aktifis ini, bahkan dari sedini mungkin.
Dan, ini perlu pencermatan yang tepat, krn mungkin saja, para pendeta yang mengetahui potensi-potensi jemaatnya, tapi apabila tidak dibantu dan didukung untuk para calon aktifis ini untuk mengembangkan dirinya, mengetahui environment pelayanan yang mungkin dimasukinya, maka tentu saja blm bisa berhasil baik.
Pertama, pada waktu mereka di Komisi Anak, pastilah ada anak2 berbakat tertentu yang bisa dipertajam, difokuskan untuk melayani anak lain dalam berbagai kesempatan. Biarkan mereka berdoa, menjadi ketua kelas dan bertanggung jawab menyiapkan kelas, menjadi pemimpin pujian, bahkan menjadi asisten guru sekolah minggu. Sementara itu, anak2 dgn fokus bakat dan skill tertentu ditampung lebih baik. Anak pintar menyanyi masuk ke dalam PS anak, anak pintar bermain musik ke dalam group musik. Anak pintar sejarah Alkitab dipersiapkan mengikuti lomba2 antar gereja. Anak pintar prakarya dilibatkan dalam tim kreatifitas sekolah minggu. Anak pintar menulis, dibiarkan menulis dalam Pipit - majalah sekolah minggu. Masalahnya, apakah kita jeli melihat hal ini? Kedua, apakah kita memiliki komitmen dan akan konsisten mendampingi mereka ber'extrakurikuler'?
Bukankah kita lebih sering ingin cepat2 selesai mengajar karena takut kehabisan mie asun , belum lagi krn takut ditinggal mama papa karena tidak ada angkutan. Atau krn ingin cepat2 ke mal, bertemu dgn si doi yang janjian ketemu disana. Bukankah lebih banyak yg ikut persiapan sekolah minggu susulan krn banyak aktifitas yg menanti selesai sekolah minggu.
Kalau kita sebagai orangtua, bukankah kita lebih suka cepat2 menjemput anak kita krn takut kerepotan mengeluarkan mobil dari halaman gereja? Atau krn takut kehabisan sayur enak dari kafetaria yang ingin segera kita santap di rumah kita yg nyaman? Atau krn ingin cepat2 agar anak kita bs segera pulang dan beristirahat.
Bagi para penatua, apakah ada waktu untuk melihat aktifitas kecil ini, atau sibuk memikirkan berapa banyak jemaat yg hadir, berapa jumlah persembahan yang gereja terima, sibuk mengatur pengeluaran dana, seolah semua terserap tiap minggu nya dengan agenda yang banyak.
Jangan pula ditanya para pendeta, yang pastinya lebih sibuk lagi dengan berbagai aktifitasnya. Masih adakah terbesit dalam pikiran mereka untuk melongok, melihat, akh.. Jangan mimpi juga mereka ada disana memimpin latihan PS anak meskipun sesekali. Makanya, kalo asm ditanya siapa pendetanya, umumnya mereka tdk bs menjawab.
Nah, kelihatan khan, tugas kecil ini utk merekrut dan mempersiapkan mereka, bukan tugas yang mudah. Tugas yang maha berat, perhatian dan konsentrasi yang dibutuhkan pun luar biasa. Apakah tugas ini semata akan dibebankan kepada pengurus Komisi Anak dan para Guru Sekolah Minggu?
Kedua. Apa yang akan terjadi apabila mereka2 ini naik ke remaja, masa2 yang indah dalam perjalanan hidup manusia untuk menemukan dirinya, baik secara pribadi ataupun sosial. Apabila mereka naik ke remaja, mengetahui ada kelebihan dan potensi diri, tetapi tidak dikembangkan dalam remaja. Pengurus Korem harus susah payah mendata ulang, dan harus dilakukan setiap tahun nya, utk tahu apa hobby, minat dan konsentrasi tiap remaja yang ada, sehingga dpt dipilih para pelayan dalam kebaktian, para calon pemimpin, calon pengurus. Disinilah akan jelas kelihatan, mana calon pemikir dan calon pekerja. Maka kejelian ini harus diberikan kpd pengurus Korem dan penatua / tenaga pendamping komisi. Kejelian untuk 'menemukan' benih, 'menyemai' benih dan menstimulasi agar benih dapat bertumbuh baik.
Ketiga. Titik fatal selanjutnya adalah di Komisi Pemuda, masa gejolak identitas, pencarian diri dan peran diri dalam kehidupan sosialnya. Gereja dapat menjadi area stimulasi yang baik untuk hal ini. Apakah pemuda di gereja kita didukung perkembangannya? Apakah mereka dilibatkan aktif dalam berbagai acara gereja? Apakah warganya ada juga guru sekolah minggu di dalamnya, apakah ada pembinaan berkala untuk mereka? Apakah kita mempersiapkan juga mereka untuk bertemu jodohnya dalam Kristus. Masa ini bisa menjadi masa yang pendek bagi segelintir orang, atau juga menjadi masa yang panjang dan penuh liku-liku untuk orang tertentu.
Ok, berikutnya, apakah kita jg mempersiapkan jemaat2 muda ini untuk menikah, memiliki anak kecil - dan akhirnya mereka sadar bhw mrk jg harua telibat dalam proses siklus ini. Proses siklus untuk menjaga adanya pelayan-pelayan Tuhan, adanya para aktifis dalam setiap jenjang hidup mereka. Tugas ini tidak pernah usai, bahkan mereka pun harus ikut dan mendukung keberadaan Komisi Dewasa, dengan beragam fokus kegiatan, khususnya untuk keluarga dan masyarakat.
Wow, kompleks toh. Tapi ya inilah yang harus kita pikirkan, kita terlibat, dan ini bukan urusan siapa2, ini urusan kita semua. Siapa lagi yg akan menjaga kesinambungan keberadaan gereja Tuhan apabila kita tidak mengambil bagian di dalamnya. Dan bagian apa pun itu, semuanya sangat penting, sekali lagi saya katakan sangat penting.
Terakhir. Jangan katakan tidak. Saya mau bilang, masih banyak, dari yang anak kecil, remaja, pemuda, dewasa tidak mau melayani Tuhan, meskipun dalam tanggung jawab yang kecil. Mengapa? Apakah mereka lupa bahwa kita adalah tubuh Kristus? Tiap2 org memiliki fungsi dan peran nya. Tiap orang dan bagian ini penting dimata Allah.
Jadi betapa pun GKI nya kita, tanpa kita mengambil bagian dalam proses dan siklus kesinambungan gereja Tuhan, ya mungkin saja GKI itu akan punah, karena kesulitan mencari pekerja, pelayan, bahkan domba yang siap dilayani.
GKI mungkin akan tetap eksis puluhan, bahkan mungkin ribuan tahun lagi, tapi apakah pelayan Kristus akan semakin berkurang, atau semakin bertambah? Mungkin sekarang kita masih bertanya 'How GKI are you?' tapi apabila semua ini didiamkan, maka mungkin suatu hari kelak kita bertanya 'GKI How are you?'
Tuhan memberkati usaha kita senantiasa.
Comments