Alkisah di sebuah desa hiduplah seorang wanita dengan wajah yang buruk
rupa. Sedemikian buruknya sehingga para pemuda di desa itu menjauhinya. Di
desa tersebut ada sebuah kebiasaan untuk memberi mas kawin dari pria yang
hendak melamar gadis.
Banyak tidaknya mas kawin yang diberikan tersebut tergantung dari
kecantikan sang gadis. Jadi apabila gadis itu berwajah biasa-biasa saja,
maka mas kawinnya berharga seekor kambing. Kalau lebih cantik lagi, jumlah
kambingnya bertambah banyak. Dan yang terbanyak mas kawinnya sampai saat
itu adalah mas kawin primadona di desa tersebut, sebanyak 10 ekor kambing.
Setiap orang berguman tentang 'harga' gadis jelek itu. Mereka berkata;
"Ah,
dia kan buruk rupa. Mana ada yang mau dengan dia. Jangankan seekor
kambing,
seekor ayampun pasti tidak ada yang mau membayarnya."
Dan yang lain berkata: "Jangankan seekor ayam, membayarnya dengan
bangkai ayam matipun pasti tidak ada yang mau."
Dan mereka menertawakan nasib gadis malang yang buruk rupa itu. Gadis itu
bolak-balik medengar gurauan mereka, dan hatinya menjadi sedih dan
terluka.
Harga dirinya rusak, dan dia sendiri hampir percaya, bahwa tidak ada
seorangpun yang mau mengambil dia sebagai istri.
Sampai suatu saat, tersiar kabar bahwa gadis buruk rupa itu disunting oleh
pemuda dari desa seberang. Dan penduduk desapun bertanya-tanya, pemuda
malang manakah yang gila meminang gadis buruk rupa itu?
Mereka berbondong-bondong datang ke rumah orang tua gadis buruk rupa
tersebut dan bermaksud menanyakan tentang kebenaran hal tersebut. Dan
alangkah kagetnya mereka, ketika sampai di sana, mereka menemukan mas
kawin
dari pemuda itu.
Mas kawinnya berupa sapi!
Tidak pernah ada seorang wanita cantik manapun yang pernah diberi mas
kawin
semahal dan seberharga itu!
Bahkan gadis tercantik di desa itu hanya 'seberharga' 10 ekor kambing.Dan
mereka lebih terkejut lagi ketika mendapatkan bahwa tidak hanya seekor
sapi, tapi ada sepuluh ekor sapi di kandang di samping rumah gadis buruk
rupa itu.
Sepuluh? Ya sepuluh ekor sapi!
Mereka tambah penasaran. Oleh sebab itu, penduduk berbondong-bondong
berjalan ke desa seberang untuk melihat bagaimana nasib wanita buruk
rupa itu.
Berjuta pertanyaan muncul saat itu.
"Kok pemuda itu gila ya? Matanya buta kali, nggak liat apa kalo dia jelek
setengah mati?"
"Ah jangan-jangan cuma dijadikan pembantu rumah tangga, pasti diberi
makanan yang sedikit lalu dijual lagi ke pedagang budak belian."
Ketika sampai di rumah pemuda tersebut, mereka melihat bahwa rumah
tersebut
amatlah mewah. Dindingnya diukir dengan amat indah. Dan mereka semakin
yakin bahwa dugaan mereka tentang wanita malang ini akan dijadikan
pembantu
rumah tangga dan budak adalah benar. Ketika mereka mengetuk pintu, seorang
pemuda yang amat tampan menyambut mereka. Dia memperkenalkan diri sebagai
pemilik rumah. Mereka bertanya apakah mereka bisa bertemu dengan gadis
tersebut. Sang pemuda kembali masuk ke rumah, setelah mempersilahkan
mereka
duduk di ruang tamu.
Seorang wanita muda yang cantik datang menyambut mereka. Rambutnya
tertata rapi, tutur katanya halus, dengan ramah ia mempersilahkan mereka
mengambil makanan dan minuman.
Penduduk bertanya, "Di manakah gerangan gadis yang berasal dari desa
kami?"
"Apakah baik-baik saja? Dimanakah ia sekarang?"
Wanita yang cantik tersebut menjawab, "Sayalah orangnya".
Orang-orangpun melongo, melotot, dan tak mampu berkata-kata. Mereka
bertanya? Apakah benar? Apakah mereka tak salah liat ? Gadis itu kan
jelek sekali, sementara wanita di depan mereka itu amat anggun, amat
cantik.
Wanita tersebut berkata, "Saya merasa cantik, ketika saya mengetahui bahwa
suami saya menghargai saya dengan jumlah yang amat tinggi. Saya sadar
bahwa
dia berusaha berkata bahwa saya cantik, bukan seperti apa kata orang,
tetapi karena dia mencintai saya sebesar itu. Sebagai balasannya, saya
berusaha memberikan yang terbaik yang pernah saya bisa berikan, karena
saya
tahu, suami saya membeli saya dengan harga yang amat mahal. Saya berdandan
dengan cantik, saya mengubah model rambut saya, dan berusaha menyenangkan
hati suami saya. Dan inilah saya yang sekarang."
rupa. Sedemikian buruknya sehingga para pemuda di desa itu menjauhinya. Di
desa tersebut ada sebuah kebiasaan untuk memberi mas kawin dari pria yang
hendak melamar gadis.
Banyak tidaknya mas kawin yang diberikan tersebut tergantung dari
kecantikan sang gadis. Jadi apabila gadis itu berwajah biasa-biasa saja,
maka mas kawinnya berharga seekor kambing. Kalau lebih cantik lagi, jumlah
kambingnya bertambah banyak. Dan yang terbanyak mas kawinnya sampai saat
itu adalah mas kawin primadona di desa tersebut, sebanyak 10 ekor kambing.
Setiap orang berguman tentang 'harga' gadis jelek itu. Mereka berkata;
"Ah,
dia kan buruk rupa. Mana ada yang mau dengan dia. Jangankan seekor
kambing,
seekor ayampun pasti tidak ada yang mau membayarnya."
Dan yang lain berkata: "Jangankan seekor ayam, membayarnya dengan
bangkai ayam matipun pasti tidak ada yang mau."
Dan mereka menertawakan nasib gadis malang yang buruk rupa itu. Gadis itu
bolak-balik medengar gurauan mereka, dan hatinya menjadi sedih dan
terluka.
Harga dirinya rusak, dan dia sendiri hampir percaya, bahwa tidak ada
seorangpun yang mau mengambil dia sebagai istri.
Sampai suatu saat, tersiar kabar bahwa gadis buruk rupa itu disunting oleh
pemuda dari desa seberang. Dan penduduk desapun bertanya-tanya, pemuda
malang manakah yang gila meminang gadis buruk rupa itu?
Mereka berbondong-bondong datang ke rumah orang tua gadis buruk rupa
tersebut dan bermaksud menanyakan tentang kebenaran hal tersebut. Dan
alangkah kagetnya mereka, ketika sampai di sana, mereka menemukan mas
kawin
dari pemuda itu.
Mas kawinnya berupa sapi!
Tidak pernah ada seorang wanita cantik manapun yang pernah diberi mas
kawin
semahal dan seberharga itu!
Bahkan gadis tercantik di desa itu hanya 'seberharga' 10 ekor kambing.Dan
mereka lebih terkejut lagi ketika mendapatkan bahwa tidak hanya seekor
sapi, tapi ada sepuluh ekor sapi di kandang di samping rumah gadis buruk
rupa itu.
Sepuluh? Ya sepuluh ekor sapi!
Mereka tambah penasaran. Oleh sebab itu, penduduk berbondong-bondong
berjalan ke desa seberang untuk melihat bagaimana nasib wanita buruk
rupa itu.
Berjuta pertanyaan muncul saat itu.
"Kok pemuda itu gila ya? Matanya buta kali, nggak liat apa kalo dia jelek
setengah mati?"
"Ah jangan-jangan cuma dijadikan pembantu rumah tangga, pasti diberi
makanan yang sedikit lalu dijual lagi ke pedagang budak belian."
Ketika sampai di rumah pemuda tersebut, mereka melihat bahwa rumah
tersebut
amatlah mewah. Dindingnya diukir dengan amat indah. Dan mereka semakin
yakin bahwa dugaan mereka tentang wanita malang ini akan dijadikan
pembantu
rumah tangga dan budak adalah benar. Ketika mereka mengetuk pintu, seorang
pemuda yang amat tampan menyambut mereka. Dia memperkenalkan diri sebagai
pemilik rumah. Mereka bertanya apakah mereka bisa bertemu dengan gadis
tersebut. Sang pemuda kembali masuk ke rumah, setelah mempersilahkan
mereka
duduk di ruang tamu.
Seorang wanita muda yang cantik datang menyambut mereka. Rambutnya
tertata rapi, tutur katanya halus, dengan ramah ia mempersilahkan mereka
mengambil makanan dan minuman.
Penduduk bertanya, "Di manakah gerangan gadis yang berasal dari desa
kami?"
"Apakah baik-baik saja? Dimanakah ia sekarang?"
Wanita yang cantik tersebut menjawab, "Sayalah orangnya".
Orang-orangpun melongo, melotot, dan tak mampu berkata-kata. Mereka
bertanya? Apakah benar? Apakah mereka tak salah liat ? Gadis itu kan
jelek sekali, sementara wanita di depan mereka itu amat anggun, amat
cantik.
Wanita tersebut berkata, "Saya merasa cantik, ketika saya mengetahui bahwa
suami saya menghargai saya dengan jumlah yang amat tinggi. Saya sadar
bahwa
dia berusaha berkata bahwa saya cantik, bukan seperti apa kata orang,
tetapi karena dia mencintai saya sebesar itu. Sebagai balasannya, saya
berusaha memberikan yang terbaik yang pernah saya bisa berikan, karena
saya
tahu, suami saya membeli saya dengan harga yang amat mahal. Saya berdandan
dengan cantik, saya mengubah model rambut saya, dan berusaha menyenangkan
hati suami saya. Dan inilah saya yang sekarang."
Comments