Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2004

MENDOAKAN SELEBRITI

"Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah" (1Petrus 3:3-4). Belakangan ini, nyaris semua saluran televisi menawarkan kesempatan untuk menggapai posisi puncak, untuk menjadi idola, pria tampan, sampai model yang berhasil. Yang jelas ada usaha jalan pintas secara masal untuk menjadi selebriti tenar yang basah kuyup oleh harta. Bayangkan, dalam waktu tiga bulan seorang yang tidak terkenal tiba-tiba bisa menjadi bintang dan membawa pulang mobil baru, belum termasuk hadiah-hadiah lainnya. Sekalipun kalau kita sadar kita tahu bahwa yang bisa dikarbit secara begitu hanya satu diantara berjibun pendaftar, namun cukup mencengangkan fenomena yang satu ini, karena puluhan ribu orang tertarik mendafta

Kisah Seorang Tukang Kail dan Konsultan (unknown)

Seorang konsultan memperhatikan seorang tukang kail berusia sekitar 25 >tahun merapatkan perahunya ke pantai pada siang hari, sambil membawa >beberapa ekor ikan tangkapannya. > >Konsultan: Pak, saya seorang konsultan, dan saya sangat ingin membantu >bapak. Tukang kail: Apa yang ingin bapak bantu untuk saya? > >Konsultan: Begini, coba bapak jawab pertanyaan saya terlebih dahulu, nanti >saya jelaskan. Tukang kail: Baiklah... >Konsultan: Mengapa bapak pulang begitu cepat? >Tukang kail: Saya ingin pulang untuk mengaso dan bermain dengan keluarga >saya. Jika hari sudah malam, kami makan malam bersama, dan bernyanyi dengan >teman-teman kami. > >Konsultan: Nah disitu letak permasalahannya. >Tukang kail: ??? >Konsultan: Begini, seharusnya Anda tidak pulang secepat ini. Anda >seharusnya bekerja sampai larut malam. Uangnya Anda tabung sehingga Anda >nanti dapat membeli sebuah kapal pukat, sehingga Anda dapat berlayar lebih >jauh dan mendap

Kedamaian Hati-Kedamaian Sejati

Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan memberi hadiah yang melimpah kepada siapa saja yang bisa melukis tentang kedamaian. Ada banyak seniman dan pelukis berusaha keras untuk memenagkan lomba tersebut. Sang Raja berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar paling disukainya. Tapi, sang Raja harus memilih diantara keduanya. Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang. Permukaan telaga yang itu bagaikan cermin sempurna yang mematulkan kedamaian gunung-gunung yang tenang menjulang mengitarinya. Di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak-arak. Semua yang mandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan terbaik mengenai kedamaian. Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun tampak kasar dan gundul. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai, sedangkan tampak kilat menyambar-nyambar liar. Disisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih, sama sekali tidak menampak

Pelajaran dari Nenek Pikun

Oleh Lesminingtyas Sinar Harapan, edisi Sabtu, 26 Juni 2004 Keluarga kami bergereja di GKI Bogor. Anak pertama kami Sekolah Minggu di kelas besar pada jam 07.00, sedangkan adiknya yang masih batita masuk Sekolah Minggu, pukul 09.00 WIB. Pemisahan kelas anak-anak kami membuat kami tidak bisa ke gereja bersama-sama dan kami bersepakat bahwa sayalah yang kebagian tugas mengantar anak terbesar ke Sekolah Minggu, sekalian mengikuti kebaktian jam 07.00 WIB. Minggu, 13 Juni 2004, kami bangun agak kesiangan. Saya dan anak saya yang pertama pergi ke gereja begitu terburu-buru. Biasanya kami naik angkot 08 dari arah Cibinong turun di Pasar Anyar, kemudian naik becak ke Jl. Pengadilan. Tetapi karena kami terburu-buru, saya berusaha memprovokasi bang sopir untuk membelokkan angkotnya ke Jl. Pengadilan. Saya sama sekali tidak memperhatikan seorang nenek tua yang duduk di bangku yang berseberangan dengan kami. Pikir saya, toh nenek itu tidak protes, berarti dia setuju juga, apalagi saya lihat nenek

Setetes Embun - Bermula dari Yang Kecil

>Ibu saya termasuk orang yang sangat apik dan telaten. Segala barang yang >sudah dipakai biasanya disimpan di tempatnya kembali. Ia juga sangat teliti >kalau soal kebersihan. Kebiasaan ini tidak cuma diterapkan di rumah, tapi >juga di kantor. Begitu kata salah seorang teman kantor mama. >Pernah suatu ketika mama menegur penyiram bunga karena lalai menyiram salah >satu sudut. Di saat lain ia juga tahu kalau ada setitik noda di kaca yang >belum dibersihkan. Singkat kata, kalau soal bersih dan rapi mama nomor satu >deh. >Dulunya saya sempet protes dengan sifat dia yang satu ini."Duuh, detail >banget deh." Begitu pikir saya. Tapi lama kelamaan saya baru sadar, kok >saya >ada miripnya ya sama mama. Contohnya kemarin saya menemukan meja di teras >rumah agak berdebu, sudah bisa ditebak kan apa yang saya lakukan kemudian. >Segera saya panggil pembantu dan meja itu bersih dalam sekejap. >Selepas kejadian itu saya jadi tersenyum sendiri wala

Tuhan & Pengembara

Ada seorang pengembara yang sangat ingin melihat pemandangan yang ada di balik suatu gunung yang amat tinggi. Maka disiapkanlah segala peralatannya dan berangkatlah ia. Karena begitu beratnya medan yang harus dia tempuh, segala perbekalan dan perlengkapannya pun habis. Akan tetapi, karena begitu besar keinginannya untuk melihat pemandangan yang ada di balik gunung itu, ia terus melanjutkan perjalanannya. Sampai suatu ketika, ia menjumpai semak belukar yang sangat lebat dan penuh duri. Tidak ada jalan lain selain ia harus melewati semak belukar itu. Pikir pengembara itu "Wah, jika aku harus melewati semak ini, maka kulitku pasti akan robek dan penuh luka. Tapi aku harus melanjutkan perjal anan ini." Maka pengembara itupun mengambil ancang-ancang dan ia menerobos semak itu. Ajaib, pengembara itu tidak mengalami luka goresan sedikitpun. Dengan penuh sukacita, ia kemudian melanjutkan perjalanan dan berkata dalam hati "Betapa hebatnya aku. Semak belukarpun tak mampu menghalan

Kalung Mutiara

Jenny, gadis cantik, kecil berusia 5 tahun, bermata indah. Suatu hari, ketika ia dan ibunya sedang berbelanja bulanan, Jenny melihat sebuah kalung mutiara tiruan. Indah, meskipun harganya cuma 2,5 dolar. Ia sangat ingin memiliki kalung tersebut, dan mulai merengek kepada ibunya. Akhirnya sang Ibu setuju, katanya : "Baiklah, anakku. Tetapi ingatlah bahwa meskipun kalung itu sangat mahal, ibu akan membelikannya untukmu. Nanti, sesampai di rumah, kita buat daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan sebagai gantinya. Dan, biasanya kan Nenek selalu memberimu uang pada hari ulang tahunmu. Itu juga harus kamu berikan kepada Ibu." "Okay," kata Jenny setuju. Merekapun lalu membeli kalung tersebut. Setiap hari, Jenny dengan rajin mengerjakan pekerjaan yang ditulis dalam daftar oleh ibunya. Uang yang diberikan oleh Neneknya pada hari ulang tahunnya juga diberikannya kepada Ibunya. Tidak berapa lama, perjanjiannya dengan Ibunya pun selesai. Ia mulai memakai kalung barunya dengan