Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2004

Melepaskan adalah Kemenangan

Suatu hari seorang bapak tua hendak menumpang bus. Pada saat ia menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Lalu pintu tertutup dan bus mulai bergerak, sehingga ia tidak bisa memungut sepatu yang terlepas tadi. Lalu si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya keluar jendela. Seorang pemuda yang duduk dalam bus melihat kejadian itu, dan bertanya kepada si bapak tua, "Aku memperhatikan apa yang Anda lakukan Pak. Mengapa Anda melempakan sepatu Anda yang sebelah juga ?" Si Bapak tua menjawab, "Supaya siapapun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya. Si Bapak tua dalam cerita di atas memahami filosofi dasar dalam hidup jangan mempertahankan sesuatu hanya karena kamu ingin memilikinya atau karena kamu tidak ingin orang lain memilikinya. Kita kehilangan banyak hal di sepanjang masa hidup. Kehilangan tersebut pada awalnya tampak seperti tidak adil dan merisaukan, tapi itu terjadi supaya ada perubahan

Harga yang sebenarnya

Alkisah di sebuah desa hiduplah seorang wanita dengan wajah yang buruk rupa. Sedemikian buruknya sehingga para pemuda di desa itu menjauhinya. Di desa tersebut ada sebuah kebiasaan untuk memberi mas kawin dari pria yang hendak melamar gadis. Banyak tidaknya mas kawin yang diberikan tersebut tergantung dari kecantikan sang gadis. Jadi apabila gadis itu berwajah biasa-biasa saja, maka mas kawinnya berharga seekor kambing. Kalau lebih cantik lagi, jumlah kambingnya bertambah banyak. Dan yang terbanyak mas kawinnya sampai saat itu adalah mas kawin primadona di desa tersebut, sebanyak 10 ekor kambing. Setiap orang berguman tentang 'harga' gadis jelek itu. Mereka berkata; "Ah, dia kan buruk rupa. Mana ada yang mau dengan dia. Jangankan seekor kambing, seekor ayampun pasti tidak ada yang mau membayarnya." Dan yang lain berkata: "Jangankan seekor ayam, membayarnya dengan bangkai ayam matipun pasti tidak ada yang mau." Dan mereka menertawakan nasib gadis ma

Sepuluh Perintah untuk Orangtua

Sepuluh perintah ini diperuntukkan bagi para orangtua yang menghendaki anak-anaknya bertumbuh secara baik. Peraturan-peraturan ini jika diikuti, akan meningkatkan hubungan orangtua dengan anak dan menyediakan pedoman sederhana bagi orangtua untuk mendidik dan mendewasakan anak. Perintah pertama: Jadilah teladan Jikalau Anda menghendaki anak-anak Anda berperilaku baik, sopan, menghormati orangtua, dan bersikap kooperatif dengan Anda, tentunya Anda sendiri harus menjadi teladan yang baik. Anda tidak dapat mengharapkan yang baik dari mereka, jika Anda membuat peraturan namun kemudian melanggarnya sendiri. Perintah kedua: Utamakan hubungan, lebih dari peraturan. Adalah baik untuk menegakkan peraturan demi pendidikan kedisiplinan, namun di atas semua itu, nyatakanlah kasih dan prioritaskan hubungan baik dengan anak-anak. Hal itulah yang justru akan menyempurnakan tujuan Anda dalam mendidik anak. Perintah ketiga: Bagikan atau nyatakanlah iman Anda kepada anak-anak. Sediakan waktu secara tera

Love in All Condition

Sejak semula, keluarga dari si gadis tidak menyetujui hubungannya dengan sang pemuda. Mereka mengajukan alasan mengenai latar belakang keluarga, bahwa jika si gadis memaksa terus bersama dengan sang pemuda, dia akan menderita seumur hidupnya..... Karena tekanan dari keluarganya, si gadis jadi sering bertengkar dengan pacarnya. Gadis itu benar2 mencintainya, dan dia terus-menerus bertanya, "Seberapa besar kamu mencintaiku?" Sang pemuda tdk begitu pandai berbicara, dia selalu membuat si gadis marah. Dan komentar-komentar dari orangtuanya membuatnya bertambah kesal. Sang pemuda selalu menjadi sasaran pelampiasan kemarahannya. Dan sang pemuda selalu membiarkannya melampiaskan kemarahannya kepadanya.... Setelah beberapa saat, sang pemuda lulus dari perguruan tinggi. Ia bermaksud meneruskan kuliahnya ke luar negeri, tapi sebelum dia pergi, dia melamar gadisnya, "Saya tidak tahu bagaimana mengucapkan kata2 manis, tapi saya tahu bahwa saya mencintaimu. Jika kamu setuju, saya ing

Kisah 1000 Kelereng

Makin tua, aku makin menikmati Sabtu pagi. Mungkin karena adanya keheningan sunyi senyap sebab aku yang pertama bangun pagi, atau mungkin juga karena tak terkira gembiraku sebab tak usah masuk kerja. Apapun alasannya, beberapa jam pertama Sabtu pagi amat menyenangkan. Beberapa minggu yang lalu, aku agak memaksa diriku ke dapur dengan membawa secangkir kopi hangat di satu tangan dan koran pagi itu di tangan lainnya. Apa yang biasa saya lakukan di Sabtu pagi, berubah menjadi saat yang tak terlupakan dalam hidup ini. Begini kisahnya. Aku keraskan suara radioku untuk mendengarkan suatu acara Bincang-bincang Sabtu Pagi. Aku dengar seseorang agak tua dengan suara emasnya. Ia sedang berbicara mengenai seribu kelereng kepada seseorang di telpon yang dipanggil "Tom". Aku tergelitik dan duduk ingin mendengarkan apa obrolannya. "Dengar Tom, kedengarannya kau memang sibuk dengan pekerjamu. Aku yakin mereka menggajimu cukup banyak, tapi kan sangat sayang sekali kau harus meninggalkan

Bukan kemampuan tapi kemauan yang Tuhan kehendaki

Teman-teman, di bawah ini merupakan kesaksian dari pendeta yang kemarin berkotbah di tempat saya. Nama pendetanya Bp Wisnu. Berikut penuturan beliau : Beberapa waktu yang lalu saya ada pelayanan untuk Youth di daerah Tangerang . Saya naik bis jurusan Tangerang pada siang harinya untuk menuju rumah kakak saya terlebih dulu karena pelayanan tersebut akan berlangsung sore hari. Di dalam bis yang penuh sesak tersebut, masuk pula seorang pengamen cilik usia sekitar 7 - 8 tahun dengan berbekal kecrekan sederhana (mungkin dari tutup botol) Berbekal alat musik sederhana tersebut, dia nyanyikan lagu "Yesus ajaib, Tuhanku ajaib ...." Dan kata-kata tersebut diulang terus menerus. Hampir seluruh penumpang bis memarahi anak tersebut, "Diam kamu ! Jangan nyanyi lagu itu lagi. Kalau kamu nggak diam, nanti saya pukul kamu !" Tapi ternyata anak tersebut tidak menanggapi kemarahan mereka dan dengan berani terus menyanyikan lagu tersebut. Saya dalam hati berkata "Tuhan, anak ini

Papa sedang mengemudi"

Seorang pembicara Dr. Wan menceritakan pengalamannya: Ketika ia dan seisi keluarga tinggal di Eropa, satu kali mereka hendak pergi ke Jerman, itu butuh 3 hari mengendarai mobil tanpa henti , siang dan malam. Maka, mereka sekeluarga masuk ke dalam mobil -- dirinya, istrinya, dan anak perempuannya berumur 3 tahun. Anak perempuan kecil-nya ini belum pernah bepergian pada malam hari. Malam pertama di dalam mobil, ia ketakutan dengan kegelapan diluar sana. "Mau kemana kita, papa?" "Ke rumah paman, di Jerman." "Papa pernah ke sana?" "Belum" "Papa tahu jalan ke sana?" "Mungkin, kita dapat lihat peta." [Diam sejenak] "Papa tahu cara membaca peta?" "Ya, kita akan sampai dengan aman." [Diam lagi] "Dimana kita makan kalau kita lapar nanti?" "Kita bisa berhenti di restoran si pinggir jalan?" "Papa tahu ada restoran di pinggir jalan?" "Ya, ada." "Papa tahu ada dimana?&quo

Mengapa Kita Tidak Kaya ?

Sabtu minggu lalu ribuan siswa di Bogor menerima raport kenaikan kelas. Sebagian siswa dari keluarga yang cukup berada bersama orang tuanya mengendarai mobil mereka menuju ke sekolah. Ratusan atau bahkan ribuan siswa bersama orang tuanya membanjiri jalan-jalan raya. Saya dan anak saya bagaikan ikan kecil di tengah-tengah lautan manusia yang berebut naik angkot. Suasana jalan menjadi macet. Kemacetan semakin parah ketika kami berdua sampai di dekat Istana Bogor. Angkot-angkot yang penuh penumpang harus berebut jalan dengan mobil-mobil mewah yang hendak masuk ke halaman sekolah Regina Pacis dan Sekolah Budi Mulia yang ada di kawasan tersebut. Karena SD Budi Mulia, tempat anak saya bersekolah cukup bonafide, banyak teman sekelas anak saya yang diantar oleh orang tuanya dengan mobil-mobil bermerek keluaran tahun terakhir. Sedangkan saya yang berpenghasilan sedang-sedang saja, cukup naik angkot saja. Saya tidak tahu apa yang dipikirkan anak saya. Walaupun ia naik ke kelas 6 dengan nilai r